kriteria investasi yang digunakan untuk
memutuskan diterima atau ditolaknya rencana investasi, yaitu sebagai berikut.
A.
Payback Period (Periode Pulang Pokok)
Payback
period adalah periode yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran
investasi yang menggunakan aliran cash netto/proceed. Waktu yang diperlukan
agar dana yang ditanam pada suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya.
B. Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)
Benefit/Cost
Ratio (B/C ratio) digunakan untuk mengukur mana yang lebih besar, biaya yang dikeluarkan dibanding hasil (output) yang diperoleh.
Jika nilai B/C = 1, output yang dihasilkan sama dengan biaya yang dikeluarkan.
Jika nilai B/C < 1 dan B < C artinya output yang dihasilkan lebih kecil
dari biaya yang dikeluarkan, dan sebaliknya. Umumnya proposal investasi
diterima jika B/C > 1, sebab output yang dihasilkan lebih besar dari biaya
yang telah dikeluarkan.
C. Net Present Value (NPV)
Untuk
membuat hasil investasi lebih akurat, akan lebih baik memperhitungkan nilai
waktu dari uang. Karena bisa saja sebuah proposal proyek, berdasarkan nilai
nominal menghasilkan B/C > 1, namun nilai sekarangnya sangat kecil.
Melalui net present value kita dapat langsung menghitung selisih nilai sekarang
dari biaya total dengan penerimaan total bersih. Suatu proposal akan diterima
jika NPV > 0, sebab nilai sekarang dari penerimaan total lebih besar
daripada nilai sekarang dari biaya total.
D. Internal Rate of Return (IRR)
Internal
Rate of Return (IRR) adalah tingkat pengembalian nilai investasi, dihitung pada
saat NPV sama dengan nol. Keputusan menerima atau menolak rencana investasi
dilakukan berdasarkan hasil perbandingan IRR dengan tingkat pengembalian
investasi yang diinginkan (r).
4.1
Keputusan go/no go dan Pengurutan Proyek
Pada
hakikatnya melelui penilaian proyek, kita dapat menarik dua kesimpulan.
Pertama, melalui evaluasi proyek kita dapat menentukan apakah Benefit netto
suatu proyek lebih besar atau lebih kecil daripada Benefit netto suatu peluang
investasi marginal. Jika suatu proyek menghasilkan Benefit netto yang lebih
besar daripada Benefit netto proyek marginal, pelaksanaannya dapat disetujui,
jika lebih kecil, pelaksanaannya harusnya ditolak. Kesimpulan ini mendasari
keputusan go/no go.
Kedua,
melalui evaluasi proyek kita dapat menentukan urutan berbagai proyek dalam
serangkaian peluang investasi yang lebih baik daripada proyek marginal, dan
proyek yang berada pada urutan teratas dalam susunan proyek berarti, proyek
tersebut merupakan proyek yang mempunyai Benefit lebih besar.
Kelompok
proyek yang termasuk dalam kedua jenis ini, dibagi menjadi dua golongan, yaitu
:
·
Proyek yang mutually exclusive alternatives,
dua atau lebih proyek merupakan mutually exclusive alternatives, apabila
pelaksanaan salah satu diantaranya meniadakan kemungkinan proyek yang lainnya.
Adanya mutually exclusive ini disebabkan karena dana yang tersedia tidak cukup
untuk membiayai lebih dari satu peluang investasi, proyek-proyek tersebut pada
hakikatnya merupakan proyek yang menghasilkan jenis barang atau sasaran
tertentu yang sama. Misalnya tempat-tempat alternative untuk mendirikan pabrik,
bendungan, jalan dsb.
·
Proyek yang bukan mutually exclusive
alternatives, apabila suatu proyek tidak merupakan alternative terhadap proyek
yang lain, baik dalam hal penggunaan sumber-sumber maupun pencapaian sasaran
yang diharapkan. Proyek seperti ini dapat mempunyai sasaran yang berbeda
jenisnya, seperti proyek pabrik semen, pabrik pupuk, proyek transmigrasi, dan
proyek perluasan Sekolah Dasar. Proyek ini juga dapat berupa proyek yang saling
melengkapi, misalnya proyek pabrik pupuk, proyek ekstensifikasi penanaman padi,
dan proyek pergudangan beras.
Idealnya tidak mungkin ada proyek yang secara strategis lebih bermanfaat bagi
masyarakat daripada proyek marjinal, tetapitidak dapat dilaksanakan karena
kekurangan dana. Proyek marjinal merupakan proyek yang menguntungkan tetapi
dikecualikan ( atau ditunda ) pelaksanaanya karena terbentur pada masalah
pembiayaan. Tetapi dalam kenyataannya, sebagian Negara berkembang mempunyai
daftar proyek yang menunggu pembiayaan, yang akan diramalkan akan memberikan
rate of return yang lebih tinggi daripada discount rate social yang akan
ditentukan oleh rentabilitas proyek marjinal. Jadi, pihak yang berwenang di
bidang penyusunan anggaran selalu dihadapkan pada perlunya mengurutkan berbagai
proyek demi memilih proyek yang menguntungkan dari sudut pandang masyarakat
yang tentunya memenuhi syarat criteria investasi.
4.2 Macam-macam Kriteria Investasi
Lima macam Kriteria
investasi, yaitu :
1.
Net Present Value dari Arus Benefit dan
Biaya ( NPV )
Keuntungan netto suatu usaha
adalah pendapatan bruto dikurangi jumlah biaya. Maka NPV suatu proyek adalah
selisisih PV arus benefit dengan PV arus biaya.
Bt = benefit sosial bruto pada th t ( terdiri dari segala jenis penerimaan atau
keuntungan non financial pada th t )
Ct = biaya sosial bruto pada th t ( terdiri dari segala jenis pengeluaran, baik
yang bersifat modal maupun rutin ) yang dibebani kepada penyelenggara proyek
pada t ( termasuk investasi semula dalam tahun ke nol dan seterusnya.
n = umur ekonomis proyek
i = social opportunity costof capital yang digunakan sebagai social discount
rate.
Suatu proyek dapat bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV proyek tersebut sama
atau lebih besar dari nol, apabila NPV = 0, berarti proyek tersebut
mengembalikan persis sebesar social opportunity costfaktor produksi modal. Jika
NPV lebih kecil dari no, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang
dipergunakan oleh karena itu pelaksanaannya harus ditolak. Sumber-sumber yang
seharusnya dialokasikan untuk proyek tersebut sebaiknya digunakan pada
penggunaan lain yang lebih menguntungkan.
2.
Internal Rate of Return ( IRR )
Internal Rate of return adalah rate
of return atau tingkat rendemen atas investasi netto.
Bt dan Ct : Benefit/biaya social bruto dalam th t
Bt-Ct : benefit netto dalam th t, dimana sisi negative merupakan investasi
n : umur ekonomis proyek
Ft : nilai investasi yang belum dikembalikan sampai akhir tahun t, setelah
realisasi benefit atau biaya yang terjadi dalam th itu.
Rt : rendemen implicit dalam th t, entah dibayarkan ( supaya betul
diterima/dirasakan oleh penyelenggara proyek ) atau tidak.
Jadi IRR adalah tingkat t yang memenuhi tiga syarat sebagai berikut :
·
rendemen implicit dalam tiap tahun sama dengan
hasil i kali nilai investasi pada akhir tahun sebelumnya, yakni : Rt = iFt-1
·
nilai investasi pada akhir tahun t =
nilai pada tahun sebeumnya ditambah dengan sisa pengurangan benefit netto dan
rendemen implisit, yakni :
Ft = Ft-1+Rt- ( Bt-Ct )
= Ft-1+iFt-1 – ( Bt-Ct )
= ( 1+i )Ft-1 – ( Bt-Ct )
Ft akan lebih kecil dari Ft-1 apabila benefit netto melebihi rendemen implicit,
yaitu Bt-Ct >Rt yang berarti sebagian dari investasi dikembalikan pada th t.
·
Benefit netto pada akhir umur proyek ( tahun
n ) adalah jumlah ( a ) nilai investasi yang masih berlaku pada akhir tahun
sebelumnya, ditambah ( b ) rendemen implicit. Akibatnya, nilai investasi pada
akhir tahun n menjadi nol.
Bn – Cn = Fn-1 + iFn-1 =(1 + i ) Fn-1
3.
Net Benefit-Cost Ratio ( Net B/C )
Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif (
sebagai pembilang ) dengan jumlah present value yang negative ( sebagai
penyebut ).
4.
Gross Benefit-Cost Ratio ( Gross B/C )
Dalam perhitungan Gross B/C, pembilang adalah jumlah present value arus benefit
( bruto ) dan penyebut adalah jumlah present value arus biaya ( bruto ).
5.
Provitability Ratio ( PV’ K )
Criteria ini dipergunakan untuk mengukur rentabilitas suatu proyek di atas
titik netral sebesar 1,0 dimana NPV = 0. tetapi criteria ini dipahami sebagai
indeks rentabilitas sehubungan dengan biaya modal saja, yakni membandingkan
present value arus sisa benefit dikurangi dengan biaya rutin dan biaya modal.
4.3
Inflasi Harga Umum dan Kriteria Investas
Dalam perhitungannya, seluruh benefit dan
biaya yang dibandingkan dalam rangka criteria invcstasi harus bersifat riil,
yakni harus dinilai berdasar tingkat harga umum yang konstan.
Pemakaian uang sebagai dasar ukuran dimaksudkan untuk
memudahkan analisis, yaitu dengan menyediakan suatu dasar pembandingan antara
berbagai benefit dan biaya. Semisal proyek A dan B memounyai arus benefit netto
menurut harga konstan:
NPVA= -1,0 + 0,8696 (0,5) = 304 jt
NPVB= -1,0 + 0,8696 (0,5) + 0,7561 (1,0) = 191 jt
Terlihat bahwa proyek A lebih menguntungkan. Namun dengan adanya laju inflasi
harga umum yang diramalkan sebesar 25%, maka akan memberikan NPVA = 630jt dan
NPVB = 725jt. Dari sini terlihat bahwa proyek B tampak lebih menguntungkan.
Akan tetapi tujuan analisis benefit Cost adalah memaksimalkan nilai sekarang
dari suatu arus daya beli atau, tuntutan akan barang dan jasa riil. Semisal
terdapat beras yang merupakan barang konsumsi, produksi dalam proyek A dan B
sebagai berikut:
Tahun ke
0 1
2
A - 10.000 ton 15.000 ton
-
B - 10.000 ton 5.000 ton
10.000 ton
Ketika dalam perhitungan konstan seperti contoh diatas tadi menyatakan proyek B
yang lebih benefit, namun apabila kita mengalikan angka inflasi pada tiap
tahun, maka harga tahun kedua akan meningkat sehingga proyek A yang dinilai
lebih benefit dikarenakan mampu menyediakan beras lebih cepat 1 tahun.
4.3
Depresiasi dan criteria Inflasi
Dalam analisis benefit
cost, penyusutan tidak dimasukkan dalam arus biaya proyek. Hal ini dikarenakan
biaya modal sudah masuk dalam arus biaya, sehingga ketika ditambah biaya
penyusutan malah akan menyebabkan double counting. Penyusutan adalah salah satu
unsure cashflow yang masuk dalam benefit bruto, namun dalam penghitungan
benefit netto, penyusutan tidak boleh dikurangkan dengan benefit bruto.
4.3 Kesimpulan
Evaluasi proyek mendasari
dua keputusan yang akan diambil dalam investasi, yakni go project atau non go
project, dan perangkingan berbagai proyek atau alternatif proyek berdasarkan
keuntungan yang didapat.
Kriteria yang digunakan sebagai indeks untuk menentukan keputusan tersebut
diantaranya :
NPV : selisih present value dari arus benefit da biaya, dihitung dari discount
rate
IRR : tingkat discount rate yang menjadikan NPV suatu proyek sama dengna nol
Net B/C : angka perbandingan present value dari arus benefit bruto yang positif
terhadap arus benefit netto yang negative
Gross B/C & Profitability : Merupakan salah pengertian tentang inti
ekonomis benefit dan biaya, sehingga tak digunakan di Indonesia.
Penghitungan benefit biaya berdasar nilai nominal dan riil dapat mempengaruhi
perhitungan investasi sedemikian rupa sehingga dapat mengelirukan dalam
pemilihan proyek.
Arus penyusutan tidak dimasukkan dalam komponen biaya dalam perhitungna
kriteria
DAFTAR
PUSTAKA